Daily Archives:12 August 2017

CPNS = Calon Pengawai Nihil Setoran

12 Aug 17
Denny Indrayana
No Comments


HARI-HARI ini sedang dimulai proses rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Ini adalah proses yang sangat penting untuk membangun birokrasi yang profesional dan bersih. Ibarat perjalanan hidup, ini adalah awal yang akan menentukan akhir perjalanan. Tentu orang bisa berubah, tetapi kalau awalnya sudah buruk, maka sulit diharapkan hasilnya akan baik.

Dalam kolom “Ijab Halal CPNS” (klik: http://dennyindrayana.staff.ugm.ac.id/publication/banjarmasinpost/), saya menyetarakan proses seleksi CPNS dengan ijab-kabul pernikahan. “Bayangkan saja jika lafadz ijab kabul CPNS dengan Kemenkumham adalah: Saya terima CPNS dengan mas kawin uang suap Rp 150 juta. Bila ijabnya demikian, relasi selanjutnya yang terbangun pastilah haram, dan penuh kemaksiatan”.

Untuk menjaga agar relasi antara CPNS dengan tempat kerjanya adalah hubungan yang halal dan barokah, izinkan saya berbagi kisah pengalaman melakukan rektrutmen PNS di Kemenkumham sewaktu menjadi Wamen 2011—2014.

Tentang pengalaman lulus seleksi CPNS tanpa setoran, Muhammad Ilham salah satu peserta tes tahun 2012 menuliskan keharuannya:

 “Saya terus scroll ke atas dan akhirnya saya menemukan nama saya urutannya paling atas di formasi Pengaman Pemasyarakatan. Saya berteriak Alhamdulillah, keras sekali sampai tetangga saya bertanya, ada apa. Saya langsung sujud syukur dan menangis gembira tiada henti-hentinya. Saya telepon ibu saya agar pulang ke rumah. karena ibu saya jualan sembako dan hanya saya yang bantu-bantu.

Beliau berjualan di pasar. Ibu saya tanya, “ada apa”. Tapi saya belum memberitahukannya dan hanya menyuruhnya pulang sebentar ke rumah. Sesampainya ibu di rumah, beliau melihat saya menangis. Beliau kaget ada apa. Akhirnya, saya memberitahukan bahwa saya lolos seleksi CPNS Kemenkum HAM 2012.

Saya langsung peluk dan cium ibu saya. Ibu saya pun juga menangis. Mengingat banyak tetangga yang berkata kepada ibu saya, “Berat bu, Ilham bisa lolos, karena pasti banyak ‘bawaan’. Tapi ibu saya tidak pernah menanggapinya. Alhamdulillah terbukti omongan orang lain itu tidak benar. Bahwa saya dapat lolos seleksi Kemenkum HAM tanpa mengeluarkan uang sepeserpun. Semua tetangga  terkejut, dan memberi ucapan selamat kepada saya dan ibu.

Tidak lama berita itu cepat tersebar dari mulut ke mulut. Mereka seakan tidak percaya saya bisa lolos dengan hasil murni tanpa mengeluarkan uang seperti yang mereka bicarakan. Semua teman mengaji memberi selamat kepada ibu dan ada yang sampai menangis terharu. Anak yatim yang dibesarkan hanya dari kasih sayang seorang ibu membuat bangga keluarga. Ibu saya sangat bangga kepada saya dan saya persembahkan kelulusan ini kepada almarhum ayah saya.” (Denny Indrayana, “Awali Bismillah, Jaga Integritas”

http://banjarmasin.tribunnews.com/2013/03/27/awali-bismillah-jaga-integritas?page=all

Sekali lagi, proses rekrutmen ini adalah awal yang sangat krusial. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa rekrutmen PNS kita sarat dengan praktik-praktik koruptif. Saya tidak perlu berpanjang kata untuk mengulang lagu lama proses rekrutmen yang penuh dengan titipan katabelece, nepotisme, sampai jual-beli kelulusan.

Dalam rekrutmen CPNS 2012, saya menemukan beberapa pegawai Kemenkumham yang dengan aktif menjual formasi CPNS. Satu posisi dihargai ratusan juta rupiah. Saya menyempatkan diri bertemu langsung yang bersangkutan dan menginterogasinya. Berawal dari pengaduan yang saya terima, kami terbang ke salah satu provinsi di selatan Sumatera. Dari awalnya membawa Informasi bahwa korbannya hanya satu-dua, akhirnya melalui Teknik interogasi, kami tahu korbannya minimal belasan. Kepada yang bersangkutan dijatuhkan sanksi kepegawaian yang tegas, dan juga ada proses hukum yang dilakukan korban. Tetapi, harus dicatat, tidak mudah menjatuhkan sanksi kepada PNS, jalannya berliku. Saya mendukung langkah Menkumham yang langsung memecat pegawai koruptif—menerima pungli, menjadi bandar narkoba dll. Tindakan tegas harus dilakukan, karena pembiaran dan proses penghukuman yang lambat jelas bukanlah solusi.

 Di Yogyakarta, saya menemukan kisah jual-beli PNS yang lain. Sekali lagi, berdasarkan pengaduan masyarakat, saya yang kebetulan sedang kunjungan kerja ke kota Gudeg memanggil seorang sipir yang dilaporkan menerima uang untuk meluluskan PNS. Jumlahnya tidak sebanyak yang di Sumatera, Rp 25 juta untuk meluluskan posisi sipir. Dalam kasus yang ini saya dihadapkan pada dilemma menghukum seorang sipir tua, yang sudah lama mengabdi, tidak terlalu mapan secara ekonomi, tetapi telah melakukan praktik jual-beli penerimaan PNS. Meski berat, saya tetap minta yang bersangkutan di proses, bagaimanapun meskipun ini corruption by need pesan tegas harus disampaikan: tolerasi, sekecil apapun, tidak boleh ditunjukkan untuk praktik-praktik curang korupsi!

Sulitkah melawannya?

Sebenarnya tidak. Satu, siapkan tim penerima yang tahan godaan, dipimpin oleh Ketua Panitia dan pimpinan lapangan yang mempunyai Integritas tak terbeli. Dua, siapkan sistem pengawasan yang baik dan berjenang—buka jalur pengaduan langsung kepada pimpinan. Karena itu saya membuka komunikasi dan membagikan langsung nomor hape, akun social media dll ke khalayak ramai, dan menerima banyak pengaduan, yang terbukti benar. Tiga, siapkan sistem ujian yang obyektif di setiap jenjang, tidak mudah dimanipulasi. Misalnya menggunakan CAT (computer assessment test) yang terbukti handal menghasilkan hasil ujian yang cepat dan fair.

CAT digunakan oleh Kemenkumham untuk penerimaan Calon PNS tahun 2012. Baru pada tahun itulah,  setelah lebih 67 tahun kita merdeka, CPNS dapat betul-betul mengetahui hasil ujian tertulisnya. Mereka bisa membandingkan nilai tesnya satu sama lain. Transparansi demikian menjadi sistem pengawasan yang sangat efektif. Karena masing-masing peserta bisa tahu bahwa yang diterima memang adalah peserta dengan nilai terbaik—tanpa kongkalikong atau hengki-pengki dibalik prosesnya.

Di samping menggunakan tes berbasis teknologi, dalam hal pengawasan, kami juga meminta agar dipadukan antara pengawasan internal kemenkumham dengan eksternal publik. Selain diawasi oleh jajaran Inspektoral Jenderal, kami juga melibatkan unsur perguruan tinggi (melalui organisasi mahasiswa kampus), public melalui lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga negara seperti Ombudsman. Di setiap provinsi unsur internal Itjen Kemenkumham, mahasiswa, LSM dan ombudsman itu menjadi jangkar pengawasan tahapan rekrutmen. Maka partner kerja kami dalam mengawasi rekrtumen CPNS di antaranya adalah Badan Eksekutif Mahasiswa UGM, UI, Indonesia Corruption Watch dll.

CAT (ujian dengan komputer) kami letakkan pada akhir ujian, bukan di tahap lebih awal. Mengapa demikian? Karena kalau ada yang masih coba-coba membayar dan lolos di tahap-tahap awal seleksi, maka yang bersangkutan tidak akan bisa membayar di tahap akhir, yang ujiannya dihadapkan dengan komputer—bukan manusia, sehingga tidak bisa disuap.

Hasilnya menggembirakan. Saya bertemu banyak cerita Calon PNS 2012 yang berhasil lolos dengan murni. Salah satu indikasinya mereka datang dari keluarga yang kurang mampu, sehingga bukan saja tidak mau membayar, tetapi memang tidak ada kemampuan untuk membayar. Banyak cerita sedih sekaligus inpiratif dari CPNS tersebut. Saya yang keliling beberapa kota menyambut kedatangan mereka, meminta mereka untuk menuliskan pengalamannya mengikuti seleksi.

Mengalirlah kisah ikut ujian CPNS dengan harus berjalan kaki beberapa kilometer karena tidak punya uang transport, berbagi kost dan makanan karena sangu yang minim. Kisah-kisah perjuangan yang mengharukan itu masih saya simpan, dan menjadi kenangan manis bagaimana mengawal proses seleksi CPNS = Calon Pegawai Nihil Setoran, bukanlah suatu hal yang mustahil.

Untuk Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang lebih antikorupsi. Keep on fighting for the better Indonesia.

Melbourne, 12 Agustus 2017

Baca pula kolom saya berikut soal rekrutmen CPNS:

http://banjarmasin.tribunnews.com/2012/10/23/cpns-tanpa-setoran?page=all

http://banjarmasin.tribunnews.com/2013/09/10/cpns-calon-pegawai-nihil-setoran?page=all