Blog Detail

Membayar Utang Mata pada Novel Baswedan

31 Jul 17
Denny Indrayana
No Comments

 

Membayar Utang Mata pada Novel Baswedan

 

Hari ini Kapolri menghadap Presiden Jokowi, dan melaporkan perkembangan kasus teror air keras ke wajah Novel Baswedan, salah satu penyidik senior yang paling banyak menangani kasus korupsi kakap di KPK. Pertemuan itu penting untuk menegaskan komitmen antikorupsi Presiden Jokowi. Di tengah banyak sikap pasif beliau dalam serangan-serangan kepada KPK, utamanya dalam hak angket yang dipelopori oleh banyak partai politik pendukung pemerintah di DPR, maka mengungkap penyerang Novel adalah hal penting yang sewajibnya dilakukan presiden.

Dalam wawancara dengan beberapa media massa, Novel sudah menyatakan tidak mempersoalkan terungkap atau tidaknya penyerangnya. Mengapa demikian? Sebenarnya karena Novel dan kita sama-sama paham bahwa polisi sudah sangat terlatih mengungkapkan kasus penyerangan yang demikian. Foto pelaku–sketsanya hari ini dimuat di halaman satu Koran Tempo–sudah diketahui polisi sejak awal, bukti-bukti sidik jari di gelas yang digunakan pelaku–meskipun kabarnya berusaha dihapus, sudah dipegang polisi. Maka, tidak terungkapnya pelaku setelah 111 hari hanya menyisakan dua kemungkinan. Satu, pelaku sangat hebat sehingga polisi kehilangan keahliannya untuk mengungkapkan kasus ini; atau, dua, pelaku terlalu “besar” sehingga polisi kesulitan menyentuhnya.

Dari berbagai informasi yang saya dapat, kemungkinannya mengarah ke yang kedua. Pelaku terlalu “besar” sehingga polisi kesulitan untuk menangkapnya. Yang dimaksud “besar” di sini tentu bukan pelaku lapangan, yang sudah terdeteksi lewat sketsa, CCTV dan lain-lain. Tetapi adalah pelaku intelektual, yang punya banyak kekuatan dan dukungan, dan karenanya untouchable.

Berhadapan dengan pelaku “besar” demikian, tidak ada kekuatan lain yang lebib pantas untuk turun gelanggang, selain presiden. Negara tidak boleh membiarkan pelaku penyerangan kepada Novel terus berkeliaran tanpa tersentuh hukum. Mengapa demikian? Karena, meski yang berulang kali diserang adalah Novel pribadi, tetapi esensinya pelaku sedang menyerang seluruh elemen gerakan antikorupsi, khususnya KPK yang diakui atau tidak adalah garda terdepan kita dalam memberantas korupsi.

Presiden Jokowi terus mengasosiasikan dirinya sebagai sosok yang antikorupsi, bersih dan sederhana. Tetapi dalam momen-momen penyerangan kepada KPK, presiden relatif lebih banyak pasif dan tidak muncul melakukan pembelaan. Padahal sebagai kepala negara, sebagai nakhoda perahu antikorupsi, Presiden adalah penentu arah perjalanan bangsa ini melawan serangan balik para koruptor.

Saya menduga, dalam laporan hari ini Kapolri sebenarnya berkesempatan untuk melaporkan siapa aktor lapangan, bahkan pelaku intelektualnya. Sekarang menjadi tanggung jawab Presiden Jokowi untuk mendorong dan memenuhi janjinya mengungkap kasus ini hingga tuntas–sebagaimana instruksinya ketika kasus penyerangan ini pertama kali muncul di pemberitaan.

Kita, dan utamanya Presiden Jokowi berutang mata kepada Novel Baswedan. Dan utang, betapapun beratnya, wajib dibayar. Apalagi, saya masih berkeyakinan Presiden Jokowi mampu melunasinya. Kecuali pelaku itu memang terlalu “besar”, sehingga Presiden sendiripun tidak bisa melawannya. Wallahu’alam.

Melbourne, 31 Juli 2017

Denny Indrayana